Wednesday, June 6, 2007

Mawas, Kelana Pohon dari Sumatera

Kompas_Kamis, 13 Desember 2001
BOBOTNYA boleh saja mencapai 90 kilogram, tetapi di atas pohon dia jagonya. Mawas alias orangutan sumatera, memang benar-benar hidup di atas pohon di hutan hujan tropis. Mereka jarang sekali turun ke tanah, dan berkelana dari satu pohon ke pohon lain dengan memanjat dan melompat. Lengannya yang panjang dan kuat, membantu berayun dari satu cabang ke cabang lain.

Mawas sebenarnya tergolong hewan soliter dan punya jangkauan tempat tinggal yang amat luas. Hobi berkelana mereka, menyebabkan mereka sering membuat sarang baru setiap malam. Namun, khusus di Taman Nasional Gunung Leuser, mereka sering terlihat bersama-sama dalam satu kelompok di kawasan yang pohon-pohonnya tengah berbuah.

Para ahli taksonomi percaya, orangutan di Sumatera (Pongo abelii) berbeda dengan saudaranya di Kalimantan (Pongo pygmaeus). Itu sebabnya mereka mengelompokkan kedua bersaudara ini ke dalam dua spesies yang berbeda.

Satu-satunya jenis kera besar di Asia-jenis lainnya ada di Afrika seperti simpanse dan gorila-sang orangutan ini sebenarnya punya perilaku yang mirip manusia. Selain monogami (setia pada pasangan sampai mati) orangutan betina biasanya dewasa pada usia 11-15 tahun sedang yang jantan sedikit lebih lama.

Dengan usia yang bisa mencapai 40 tahun, orangutan biasanya melahirkan seekor anak, jarang sekali kembar, setelah hamil selama kurang lebih sembilan bulan. Anak orangutan biasanya baru disapih setelah kurang lebih berumur 3,5 tahun.

***

NAMUN, sama seperti binatang-binatang liar lain di Indonesia, nasibnya sungguh merana. Deru gergaji mesin yang berlangsung setiap hari membuat hutan-hutan tempat tinggal mereka di dataran rendah dengan cepat menghilang, berganti dengan tanah pertanian dan perkebunan kelapa sawit.

Kebakaran hutan yang tak pernah ditanggulangi dengan baik adalah ancaman hidup lain bagi orangutan. Menurut World Wide Fund for Nature (WWF), sekitar dua juta hektar lahan terbakar tahun 1997 di Indonesia. Tahun itu, dari 160 perusahaan yang dituduh membuka hutan dengan membakar, hanya 46 yang disidik penuh. Bisa jadi, ratusan orangutan mati gara-gara kebakaran ini, sedang yang melarikan diri banyak yang ditangkapi untuk diperdagangkan.

Penangkapan orangutan memang merupakan ancaman berikutnya. Diperkirakan 1.000 orangutan telah diekspor ke Taiwan sebagai binatang piaraan selama 1995-1999. Menurut para aktivis lingkungan, 5-6 ekor orangutan mati setiap kali terjadi transaksi.

Tak heran bila baik populasi orangutan sumatera maupun borneo berkurang lebih dari 90 persen sepanjang abad 20. Jumlah mereka saat ini diperkirakan kurang dari 25.000 ekor, berkurang 30-50 persen selama sepuluh tahun terakhir. Di Leuser, jumlah mawas diduga berkurang 45 persen sejak tahun 1993.

Populasi orangutan memang susah diestimasi. Struktur kelebatan dan keanekaan spesies hutan membuat survei susah dilakukan. Hasil penghitungan sarang dengan menggunakan helikopter di hutan-hutan kawasan Sabah, Malaysia, misalnya, memberikan petunjuk populasinya tinggal 9.800-21.000 ekor.

Banyak lembaga swadaya masyarakat yang mencoba menyelamatkan orangutan ini. Namun, upaya konservasi ini tidak gampang mengingat banyaknya kendala. (nes)

No comments: